Berbagi Tanpa Tapi, Berbagi dengan Pasti, Saat Ini Juga
Saya selalu suka dengan azan yang
dikumandangkan oleh salah satu stasiun TV. Dalam tayangan azan tersebut,
digambarkan bagaimana seorang guru ketika keluar dari rumah membagikan senyum
tulusnya kepada orang-orang yang ia jumpai. Sambil menuntun sepeda untuk pergi
mengabdi pada dunia pendidikan, tak lupa pula ia membagikan beberapa buku
bacaan kepada anak-anak yang rupanya menunggunya.
Cerita tidak berhenti di situ saja.
Anak-anak yang sudah diberi buku bacaan, melanjutkan perjalanannya dan bertemu
dengan seorang bapak yang sedang kehabisan bekal air minum. Salah satu dari
kelompok anak pun memberikan bekal minumnya untuk bapak yang dijumpai.
Kisah berlanjut dengan bapak yang sudah
ditolong oleh anak-anak tadi. Ia menolong sejumlah nelayan yang sedang
mendorong kapalnya untuk berlayar. Merasa sudah ditolong, nelayan tadi pun
melanjutkan aksi kebaikannya dengan menolong seorang ibu yang jualannya tumpah
karena disenggol oleh sesorang. Ibu tadi terlihat menjual ikan asin.
Si ibu yang menjual ikan asin melanjutkan
aksi kebaikannya dengan menyingkirkan dahan yang menghalagi jalan ketika ada
sebuah mobil pick up akan melewati jalan tersebut. Sang sopir juga tidak
tinggal diam, ia ikut membantu ibu menarik dahan yang mengahalangi mobilnya.
Apakah cerita tentang berbagi kebaikan ini
berhenti sampai di sini? Tidak!
Cerita masih berlanjut. Mobil pick up
berhasil melanjutkan perjalanannya dan bertemu dengan tokoh pertama yang
diperankan oleh Agus Kuncoro atau tokoh Akum dalam sinetron “Dunia Terbalik”.
Terlihat Agus Kuncoro sedang menuntun sepedanya karena salah satu ban sepedanya
kempes. Sang sopir mobil pick up pun menawarkan bantuan, meskipun awalnya
ditolak oleh Agus Kuncoro. Namun, tokoh pertama akhirnya menyetujui usul sopir
mobil untuk mengangkut sepedanya ke dalam mobil tersebut dan Agus Kuncoro ikut
bersama mobilnya.
Dan selesai lah cerita tersebut seiring azan
magrib yang juga usai berkumandang.
Lalu, apa yang bisa saya jelaskan ke
anak-anak ketika mereka juga saya minta untuk mengamati cerita dalam azan
tersebut?
Ini
lah percakapan saya dengan duo kakak:
Me : “Apa yang bisa Mbak Hawa
katakan untuk cerita dalam azan tersebut?”
Mbak
Hawa : “Orangnya baik semua.”
Jawaban
kakak nomor dua saya betulkan. Itu kesimpulan anak saya nomor dua yang baru
duduk di kelas IV SD.
Me : “Kalau Kakak?” (tanya saya pada
si sulung yang sudah SMA kelas XI)
Kakak : “Kebaikan itu kalau dilakukan akan
berbalik kepada dirinya sendiri.”
Saya
tersenyum.
Me : “Maksudnya?” (Saya masih
memancingnya untuk mengemukakan argumen)
Kakak : “Iya, kan tadi Akum berbagi senyum
dan buku. Akhirnya ketika ia sedang kesulitan, ia dibantu. Itu karena Akum
sudah berbuat baik.”
Saya
manggut-manggut. Betul lah itu.
Me : “Mbak Hawa paham?”
Mbak
Hawa : “Ngerti dong.”
Me : “Apa?”
Mbak
Hawa : “Kita nggak boleh pelit biar
selalu ditolong.”
Me : “Cakeep.”
Saya
pun memeluk keduanya.
Me : “Ingat ya, ketika kita berbuat
kebaikan kepada orang lain, sesungguhnya kita sedang berbuat kebaikan buat diri
sendiri. Saling berbagi kepada orang lain akan mendatangkan pertolongan Allah
kepada kita. Berbuat baiklah kepada siapapun, tanpa perlu memilih kepada siapa
kita berbuat baik.” (Pesan saya kepada dua anak perempuan)
Itu hanya lah gambaran yang boleh dibilang
“ah, bisa aja, itu kan emang setingan dalam azan seperti itu. Makanya dibuat
begitu.”
Tapi, benarkah Allah tidak menghitung
kebaikan yang telah kita lakukan meskipun kebaikan itu hanya sebesar butiran
debu? Kalau saya pribadi, saya setuju dengan cerita yang menjadi latar dalam
azan magrib tersebut.
Benarkah saat berbagi kita akan mengalami
kerugian? Atau dengan berbagi kita akan membuat kita menjadi lebih kekurangan?
Apakah berbagi itu hanya identik dengan harta saja yang bisa kita bagikan?
Berbagi kebaikan tidak hanya identik dengan
harta. Bahkan senyum pun dinilai sebagai sodaqoh. Hal ini dikatakan dalam
sebuah hadist, “Tabassumuka akhiika
shodaqo” Senyummu kepada saudaramu adalah sedekah.
Ya nggak gitu kali! Masa kalau memiliki
harta berlebih kita hanya berbagi senyum? Tadi dalam cerita di atas sudah
digambarkan, bagaimana semua yang terlibat berbagi sesuai dengan kemampuan yang
dimilikinya. Bahkan Rosulululloh SAW dalam hadistnya, “Bersedekahlah di waktu lapang
maupun sempit.”
Berbagi tidak hanya berbentuk materi, bukan
pula hanya senyum saja yang akan dibagikan. Misalnya nih, kita punya waktu yang
luang, tenaga berlebih, atau sebuah keahlian yang bisa kita berikan kepada
orang lain. Menjadi seorang relawan juga merupakan salah satu bentuk berbagi
yang bisa dilakukan. Membantu orang lain dengan keahlian yang kita miliki,
tentunya juga merupakan bentuk lain dari berbagi.
Berbagi kebaikan melalui tulisan, juga merupakan salah satu aksi berbagi yang bisa dilakukan, sehingga orang lain menjadi lebih baik setelah membaca tulisan kita.
Berbagi kebaikan melalui tulisan, juga merupakan salah satu aksi berbagi yang bisa dilakukan, sehingga orang lain menjadi lebih baik setelah membaca tulisan kita.
Percaya nggak sih? Setelah berbagi atau
mengeluarkan sebagian yang dimiliki kepada orang yang membutuhkan, itu bisa menciptakan kebahagiaan tersendiri. Apalagi
setelah berbagi, kita melihat senyum kebahagiaan dari orang yang telah dibantu,
rasanya kita ketularan rasa bahagia tersebut. Coba deh!
Selain kebahagiaan yang didapatkan, tentu
saja kita juga akan mendapatkan balasan dari Allah. Balasan yang diberikan bisa
berupa pertolongan yang tidak selalu berupa uang. Pertolongan dalam bentuk
terhindar dari sebuah musibah juga merupakan salah satu buah dari berbagi yang
kita lakukan. Bertemu dengan orang-orang yang baik juga merupakan buah dari
berbagi yang kita lakukan. Ada banyak bentuk balasan dari Allah yang diberikan
kepada kita sebagai buah dari berbagi yang sudah kita lakukan.
Seperti berbagi yang telah dilakukan oleh
Dompet Dhuafa. Siapa siah Dompet Dhuafa?
“Dompet
Dhuafa adalah Lembaga Filantropi Islam bersumber dari dana Zakat, Infak,
Sedekah dan Wakaf (ZISWAF) dan dana halal lainnya yang berkhidmat dalam
pemberdayaan kaum dhuafa dengan pendekatan budaya melalui kegiatan filantropis
(humanitarian) dan wirausaha sosial profetik (prophetic
socio-technopreneurship)
Dompet Dhuafa akan terus mewujudkan masyarakat berdaya yang bertumpu pada sumber daya lokal melalui sistem yang berkeadilan.”
Dompet Dhuafa akan terus mewujudkan masyarakat berdaya yang bertumpu pada sumber daya lokal melalui sistem yang berkeadilan.”
Dompet Dhuafa mewujudkan aksi nyata berbagi
dalam berbagai aspek, yaitu Kesehatan, Pendidikan, Ekonomi, dan Pengembangan
Sosial. Kita bisa mengetahui program-program yang telah dilakukan oleh Dompet Dhuafa
dalam aksi berbaginya dengan mengunjungi webnya Dompet Dhuafa.
Berbagi itu mudah sekali, semudah membuka
gawai yang kita miliki dan mengetik “Berbagi” untuk memberikan donasi. Selagi masih ada waktu, marilah
menabung kebaikan terus menerus tanpa lelah, karena kita tidak tahu kebaikan
mana yang membawa kita kepada surga Allah.
“Tulisan ini diikutsertakan
dalam Lomba Blog Jangan Takut Berbagi yang diselenggarakan oleh Dompet
Dhuafa”
Sumber: www.dompetdhuafa.org
Tags:
Blog Competition
6 komentar
Iya bener banget kak, jangan takut berbagi intinya yah kak. Btw suka sekali baca percakaapan bersama duo kakak. hehhehe
ReplyDeleteBetul banget kak. Jangan pernah takut berbagi. Terima kasih sudah mampir ke blog saya.
DeleteMakasih mbak wid.
ReplyDeleteMenarik mie
ReplyDeleteMenarik dan menginspirasi...mantap betul
ReplyDeleteMenarik Bu,
ReplyDeleteKalau quote bule mah "Kindness will come back to you"