Bekal Makanan Diana
Ini adalah cerita anak yang berhasil lolos di Kabupaten Bogor untuk mengikuti seleksi di tingkat Provinsi JAwa Barat dalam rangka HUT PGRI pada bulan November tahun 2018. Konon kabarnya sih masuk lima besar tingkat nasional. Meskipun hadiahnya nggak ada. Hehehe ...
Di sini saya baper sebagai penulis, ketika penghargaan dan apresiasi menjadi barang mahal saat literasi buat guru begitu didengungkan dengan hebat. Tapi saya bahagia mampu membawa nama sekolah, Kabupaten Bogor, dan tentunya Provinsi Jawa Barat. Tetap semangat!
priangansari.co.id |
“Hore! Saatnya istirahat.
Aku sudah lapar sekali,” kata Chaca sambil mengelus perutnya.
“Emang bawa makanan apa sih,
Cha? Nggak sabar banget nunggu bel dari
tadi,” kata Diana.
Diana ingat, sejak tadi Chaca
hanya sibuk melirik jam dinding.
“Ada deh! Yang pasti bekal
dari mamaku kali ini istimewa,” jawab Chaca sambil mencium kotak bekal
makanannya. Seolah-olah isi bekal itu sangat enak.
“Bawa apa, Cha? Tukeran ya
sama aku,” pinta Diana.
Chaca melirik bekal makanan
milik Diana. “Kali ini ibumu bawain apa? Makanan ndeso lagi ya?”
Diana mengangguk.
“Bilang dong sama ibumu
kalau kamu ingin bekal sepertiku.”
“Kata ibu, makanan yang
kubawa ini lebih enak dibandingkan bekal yang kalian bawa,” jawab Diana pelan.
“Tapi kan ndeso!” balas Chaca.
Diana menelan ludahnya
ketika Chaca mulai menyantap bekalnya.
Bolu gulung pelangi mini itu
pasti rasanya sangat enak dibandingkan dengan bekal yang kubawa, kata Diana
dalam hati.
Diana sudah sering bilang ke
ibu agar mengganti bekal ndesonya
dengan kue yang lebih enak seperti yang dibawa oleh teman-temannya. Misalnya,
kue bolu pelangi, bolu keju, pizza,
atau spagheti seperti yang sering
dibawa oleh Chaca. Bukan toge goreng, bapatong, awug, atau cungkring. Namun,
ibu tidak pernah menanggapi permintaan Diana. Jadilah bekal yang dibawa oleh
Diana selalu mendapat julukan bekal ndeso
dari teman-temannya.
***
“Ibu, boleh ya, hari ini bekal
makananku berbeda,” rengek Diana kepada ibunya pagi itu.
Ibu menoleh ke arah Diana,
“Memang kenapa? Bukankah makanan yang kamu bawa setiap harinya enak?”
“Enak, sih, Bu, tapi ....”
Diana tidak melanjutkan kalimatnya.
“Kenapa, Sayang?” tanya Ibu.
Diana terdiam. Ia takut
mengatakan kalau bekal yang dibawanya sering menjadi bahan ledekan teman-temannya.
“Yuk, ikut Ibu ke dapur!
Hari ini kita buat cungkring untuk bekalmu!” ajak Ibu merangkul pundak Diana.
Mau tak mau Diana mengikuti
langkah ibunya.
“Kenapa nggak bikin kue bolu
aja sih, Bu. Kan lebih enak,” kata Diana pelan.
“Cungkring juga tak kalah
enak dengan bolu,” jelas Ibu.
Ibu segera mengambil bahan
untuk membuat cungkring. Diana melihat ada kikil sapi yang sudah direbus.
Mungkin Ibu merebusnya tadi malam.
“Kamu potong kikil sapinya
ya, Ibu akan menyiapkan bumbu kuningnya.”
Diana segera memotong kikil
sapi sesuai arahan Ibu. Kikil itu ia potong kotak-kotak. Dengan cekatan, Ibu
membuat bumbu yang terdiri dari kunyit, bawang merah, kencur, terasi, dan
bawang putih. Oh, ya, kata Ibu tadi terasi dan kunyitnya harus dibakar terlebih
dahulu.
Ibu mulai menumis bumbu yang
telah diblender jadi satu. Ibu juga menambahkan daun salam dan lengkuas ke
dalam tumisan. Kemudian Ibu memasukkan santan, kikil sapi, ditambah dengan
garam, dan gula. Wangi cungkring mulai tercium oleh Diana.
“Nah, setelah ini bantu Ibu
untuk menusuk kikilnya ya.”
Diana mengangguk. Tanpa
sadar Diana menelan air liur saat menusukkan kikil ke tusuk sate. Cungkring
buatan Ibunya sungguh menebarkan aroma sedap.
“Selesai! Tinggal dibakar
agar lebih wangi lagi,” kata Ibu.
“Nanti makannya gitu aja,
Bu?”
“Pakai lontong, Sayang. Agar
lebih nikmat disiram dengan bumbu kacang.”
***
“Jadi, akan ada satu hari setiap minggunya
bagi kalian untuk membawa bekal makanan khas daerah dari Bogor. Tujuannya agar
kita tetap melestarikan kuliner Bogor,” kata Bu Wati mengakhiri penjelasannya
disambut suara gaduh satu kelas.
“Itu sih makanan ndeso seperti milik Diana ya, Bu?” sahut
Bimo yang pertama kali memopulerkan sebutan bekal milik Diana.
“Maksud Bimo?” tanya Bu Wati
keheranan.
“Iya, Bu. Diana kan setiap
hari membawa makanan ndeso. Ibu lihat
saja!” jawab Bimo.
Diana hanya menunduk begitu
namanya disebut lagi oleh Bimo.
Bu Wati menghampiri tempat
duduk Diana. “Apa yang kamu bawa hari ini, Diana?” tanya Bu Wati.
“Bawa cungkring, Bu,” jawab
Diana disambut gelak tawa teman-temannya.
“Cungkring milik Diana enak
sekali, Bu. Saya paling suka,” jawab Reno.
Diana membuka kotak
bekalnya. Terlihat sate yang terbuat dari kikil dengan balutan bumbunya.
“Oh, ini salah satu makanan
khas dari Bogor. Ibu pernah makan cungkring ketika pergi ke Bogor dan rasanya
enak sekali,” jelas Bu Wati.
Chaca mengenduskan hidungnya
ke sate cungkring milik Diana.
“Baunya sih enak,” kata
Chaca.
“Rasanya juga enak banget,
lho!” jawab Reno sambil mengacungkan jempol kanannya.
“Cungkring kali ini juga
buatan Diana lho, Bu,” lanjut Reno.
“Wah, berarti Diana sudah
melesatrikan makanan daerah Bogor,” puji BU Wati.
Diana tersenyum bangga
dipuji oleh Bu Wati.
“Berarti nanti bawa
cungkring boleh, Bu?” tanya Diana.
“Boleh, itu kan makanan khas
dari Bogor,” jawab Bu Wati.
“Diana juga suka bawa awug,
Bu. Kadang dia bawa bapatong juga. Juara deh bapatong masakan ibunya Diana,”
jelas Reno ditanggapi anggukan kepala oleh Diana. Hanya Reno yang rajin
membantu Diana menghabiskan bekal makanan miliknya.
“Kalau begitu Diana enak
dong. Nggak kebingungan harus membeli bekal dari mana?” sahut Chaca.
“Masih ada yang perlu
ditanyakan tentang makanan khas daerah Bogor yang akan dibawa minggu depan?”
tanya Bu Wati.
Semua anak mengangguk paham.
“Jadi, bekal makanan yang
dibawa Diana bukan makanan ndeso
seperti yang kalian katakan ya? Itu adalah makanan tradisional daerah Bogor,”
jelas Bu Wati.
Diana tersenyum senang.
Ternyata bekal makanan yang dibawakan ibunya lebih enak dan juara sebagai makanan
khas daerah Bogor, kota kelahirannya. Diana harus berterimakasih kepada Ibunya,
karena telah membuatnya menjadi tahu makanan khas daerahnya.
***
Tags:
Cerita Anak
2 komentar
Dah lama gak ke bogor ya wuehehe, jadi rindu
ReplyDeleteAyo ke Bogor
Delete