Perlu Nggak Sih, PR Sekolah Bagi Anak?
medan.tribunnews |
Obrolan ringan ketika saya baru saja
sepulang sekolah. Saya masih mengenakan seragam lengkap. Melihat ibu-ibu yang nampaknya
sedang sibuk sekali, saya pun menghampiri.
“Wah, sibuk ya, Ma Neng?”
“Ini Ummi, ngerjain PR nya si Neng. Mana
banyak lagi PR nya, pelajarannya juga susah banget. Ini baru kelas IV SD,
gimana nanti kalau sudah kelas VI?” keluh Mama Neng.
“Mana anaknya ngeluh lagi, kapan waktu
main kalau PR nya banyak begini!” tambah Mama yang lain.
Saya hanya tersenyum, sambil dalam hati
berucap, jadi emaknya yang repot dengan PR anak. Pas saya melihat PR nya, luar
biasa. PR untuk anak kelas IV SD sebanyak 30 soal. Wow! Saya sebagai guru saja
tidak pernah memberikan PR lebih dari lima soal. Kebayang ngoreksinya bakal
puyeng ditambah jika satu kelas siswa saya berjumlah lebih dari 40 siswa.
Lalu, menurut teman semua ketika anak
mendapatkan PR dari sekolah, apa sih reaksi pertama kali? Apakah akan ikut
turun tangan membantu PR tersebut hingga selesai seperti ilustrasi yang saya
hadapi hampir setiap siang hari? Atau justru menggerutu karena PR anak zaman
now memberatkan teman sekalian lalu menyalahkan anak yang dianggap tidak
mendengarkan ketika guru sedang menjelaskan?
Bagi sebagian orangtua, PR buat anak
sekolah sekarang ini sungguh berat. Bukan saja materi pelajaran yang anak
pelajari sangat berbeda dengan yang orangtua pelajari ketika masih sekolah dulu,
tetapi juga banyaknya jumlah PR yang harus diselesaikan oleh anak. Memang sih,
PR itu hanya menyilang salah satu jawaban yang benar. Namun, kalau sampai 30
soal, rasanya kok yo kelewatan ya. Hal ini lah yang terkadang membuat orangtua
menjadi kewalahan dan justru menggerutu jika anaknya mendapatkan PR dari
sekolah. Ditambah jika orangtua merupakan orang yang sibuk bekerja dan anak
yang mendapatkan PR sendiri malas mengerjakannya. Bisa-bisa waktu yang
digunakan untuk menyelesaikan PR menjadi bertambah lama. Seharusnya satu jam bisa
selesai, ini malah menghabiskan waktu tiga jam.
Bahkan ada sekolah TK atau PAUD yang
memberikan PR. Guru mereka beralasan, orangtua yang menghendaki pemberian PR di
usia pra sekolah. Padahal di usia ini adalah waktu untuk bersosialisai dengan
teman sebaya dan bermain. Jika pemberian PR calistung di berikan, tentunya akan
mengurangi waktu bermain bagi mereka.
Walaupun PR
memiliki dampak negatif bagi anak, seperti ilustrasi yang saya gambarkan di
atas, masih banyak loh orangtua yang menghendaki sekolah memberikan PR.
Orangtua beranggapan bahwa dengan pemberian PR anak akan mau membuka buku pelajaran
kemudian belajar. Minimal pasti akan membaca bukunya karena mengerjakan soal
yang diberikan oleh guru. Dengan adanya
PR, juga membuat anak belajar bertanggungjawab dengan tugas yang telah
dibebankan. PR juga menjadi sarana bagi anak dan orangtua menjadi lebih dekat
dan akrab, karena orangtua akan terlibat dan menemani anaknya mengerjakan
tugas.
Jadi,
boleh atau tidak memberikan PR?
Pemberian PR sebaiknya dengan porsi yang
ideal. Jumlah soal tidak terlalu banyak sehingga tidak mengurangi waktu bermain
anak. Pemberian PR juga tidak selalu identik dengan mengerjakan soal latihan.
PR bisa diberikan dalam bentuk pengamatan atau percobaan, melakukan kegiatan
bersosialisasi seperti menjenguk temannya yang sedang sakit, berkunjung untuk
wawancara dengan seseorang, mengikuti kegiatan kerja bakti di lingkungannya,
dan masih banyak lagi PR dalam bentuk lain. Sehingga saat mendapatkan tugas
rumah yang berbeda dari biasanya, diharapkan anak akan merasa enjoy menikmati tugas sekolahnya.
Tags:
Parenting
14 komentar
sangat perlu, dan baru sadar setelah menyelesaikan semua pendidikan dari sd.
ReplyDeletedulu kesel diberi banyak pr, eh nggak tahu banyak manfaat na mbak
Betul sekali, anak kalau tidak ada PR kadang kadang nggak mau belajar.
DeleteSetuju, PR itu tetap perlu ada. Agar anak juga tetap belajar dan mengulang pelajaran yang sudah mereka dapat selama di sekolah. Tapi yang sangat di sayangkan, porsi yang kebanyakan yang membuat anak merasa lelah. Mungkin Porsinya harus sesuai dengan umur dan kelasnya juga kali ya mba.
ReplyDeleteTerima kasih untuk sharingnya ya mba ;)
Betul sekali mbak. Harus sesuai porsinya
DeleteSaya setuju dengan adanya PR, Mbak. Karena kalau enggak ada anak saya sering jadiin alasan untuk enggak belajar. Jadi mesti ideal jumlahnya seperti yang disampaikan Mbak Lisa..Kalau kebanyakan juga bakal mabok anaknya dan emaknya kwkwkw
ReplyDeleteBetul betul.. Hahahha..
DeleteSaya setuju dengan pemberian PR mbak, tapi ya yang tidak memberatkan. Yang dijadikan acuan itu murid, bukan guru, atau orang tua. Karena tidak semua murid mempunyai kemampuan akademis yang mumpuni.
ReplyDeleteBetul sekali, saya setuju dengan ini mbak. Yang menjadi acuan adalah murid
DeleteBetul mba, PR gak melulu soal latihan ya, yang penting porsinya pas. Hehee...
ReplyDeleteBetul mbak
DeleteSebenarnya anak boleh aja diberikan PR, asal dengan porsi yang seimbang. Jangan sampai sudah belajar seharian di sekolah, di rumah harus belajar lagi
ReplyDeleteSetuju banget teh
DeleteSaya mah gak pernah kasih PR sama murid saya. Haha.. Secara saya gak suka dpaat PR. Yg penting mereka paham pelajaran. Hihi
ReplyDeleteMenurut saya sih memang perlu PR untuk siswa, minimal bisa sebagai materi untuk belajar di rumah. Tapi ya itu tadi, harus disesuaikan porsinya. Terus terang, dulu pas anak pertama sekolah di salah satu sekolah swasta terkenal di Bandung, PR nya seabreg. Jadinya saya yg kadang rempong ikut ngerjain. Minimal bantuin mikir. Kasian soalnya udah pulang sore, masih harus ngerjain PR. Untungnya abis itu saya pindahin sekolahnya jd lebih manusiawi hehe
ReplyDelete