Sepatu Impian Kurcaci Bani
“Ah,
sepatu ini sudah usang,” sungut Kurcaci Bani sambil melihat sepatunya. Sepatu
biru milik Bani sudah penuh tambalan di sana sini. Ujungnya sudah
membuka ketika digunakan berjalan. Bani ingin memiliki sepatu baru. Apalagi
musim hujan sudah datang. Sepatu lamanya tidak akan mampu mengusir hawa dingin.
Bani
Kurcaci merenung. Kemarin dia melewati sebuah toko sepatu. Sepasang sepatu
berwarna merah menarik perhatiannya. Begitu indah dengan bulu domba. Pasti akan
hangat dikenakan jika musim dingin. Bibir Bani tersenyum membayangkan dia akan
memakai sepatu barunya.
Namun,
seketika Bani menampakkan wajah sedih, setelah melihat angka yang tertera di
label sepatu. Harga sepatu yang dia inginkan terlalu mahal untuknya. Sedangkan
tabungannya tidak cukup.
Sepatu
itu harus aku miliki. Bagaimana pun caranya,
gumam Bani bertekad dalam hati.
Bani
bergegas memakai sepatu lamanya. Dia bersiap diri untuk bekerja menjaga toko kue
milik Nyonya Perito. Untuk mendapatkan sepatu merah yang dia inginkan, Bani
akan bekerja lebih keras dari biasanya. Gaji yang dia dapatkan dari menjaga
toko kue tidak akan pernah cukup untuk membeli sepatu merah itu. Bani berencana
akan menjual kue ke taman kota sepulang bekerja dari toko kue Nyonya Perito.
Malam harinya Bani akan membantu Nyonya Perito membuat adonan kue. Bani tidak
ingin harapan memiliki sepatu bulu domba hanya menjadi mimpi.
***
Bani
menjalankan rencananya. Dia bersiap memasukkan beberapa kue ke dalam
keranjangnya untuk dijual ke taman kota.
Bani
menawarkan kue yang dia jual kepada setiap kurcaci yang berkunjung ke taman.
Malam harinya Bani membantu Nyonya Perito membuat adonan kue. Tengah malam Bani
baru pulang.
Sudah
seminggu Bani melakukan pekerjaan di luar pekerjaan rutinnya. Selama itu pula
Bani selalu kehujanan sepulang menjajakan kue di taman kota. Tubuh Bani lelah,
karena diforsir terlalu berlebihan. Bani begitu ingin mencari uang tambahan
hanya untuk mendapatkan keinginan yang melebihi kemampuannya.
Ketika
Nyonya Perito juga mengingatkan Bani agar tidak lagi membantunya membuat adonen
kue pada malam harinya, Bani tidak memedulikan. Troy, tetangga Bani juga
menegurnya.
“Kulihat
akhir-akhir ini kamu bekerja terlalu keras, Bani. Pulang sudah sangat larut
malam. Nanti kamu sakit,” kata Troy.
Bani
hanya tersenyum, kembali tidak peduli dengan tubuhnya yanng sudah lelah.
***
Pagi
ini Kurcaci Bani tidak bisa bangun dari tempat tidur. Tubuhnya menggigil
kedinginan, tetapi suhu badannya sungguh
panas. Bani mengigau, menyebut sepatu bulu domba yang diimpikan. Kurcaci Troy
yang tinggal di dekat rumah Bani hanya mampu mengelengkan kepalanya. Sejak tadi
malam Troy sudah menjaga Bani, mengganti kain yang digunakan untuk mengompres
Bani.
“Makan
dulu buburmu, Bani! Aku sudah membuatkan bubur untukmu,” kata Troy mencoba
membangunkan Bani.
Mata
Bani terbuka perlahan. Bibirnya tampak pucat. “Mulutkku terasa pahit.”
“Kamu
tetap harus makan, agar cepat sembuh.”
“Aku
ingin pergi ke toko kue Nyonya Perito. Aku harus menjual kue ke taman kota.”
Bani bersiap turun dari tempat tidur. Troy mencegahnya.
“Duduklah!”
Troy menahan tubuh Bani yang lemah, “kamu sakit, Bani. Istirahatlah!”
“Sepatu
bulu domba itu ....” lirih Bani menyebut keinginannya.
“Makanlah
bubur ini agar tubuhmu kembali sehat,” kata Troy sambil menyuapi Bani.
***
Hari
ini Bani bersiap untuk kembali bekerja. Dia sudah merasa sehat setelah
berisitirahat selama tiga hari. Ketika Bani hendak menutup pintu rumah
jamurnya, dia melihat Troy datang bersama Nyonya Perito.
Bani
menyambut kedatangan Nyonya Perito. “Silahkan masuk, Nyonya!”
Nyonya
Perito tersenyum, “Bani, aku datang ke sini ingin tahu kesehatanmu.”
“Saya
sudah sehat, Nyonya,” jawab Bani.
Nyonya
Perito mengeluarkan sesuatu dari dalam tas yang dia bawa. Sepasang sepatu bulu
domba warna merah. Bukan sepatu baru, tapi terlihat masih bagus. Mata Bani tak
berkedip memandang sepatu tersebut. Sepatu itu mirip dengan yang dia inginkan.
“Aku
ingin memberikan sepatu ini untukmu, Bani. Tapi maaf, bukan sepatu baru,” kata
Nyonya Perito.
“Sepatu
ini untuk saya, Nyonya?” tanya Bani masih tak percaya. Nyonya Perito menjawab
dengan anggukan kepala.
“Kamu
mau memakainya, Bani?”
“Tentu
saja saya mau, Nyonya,” kata Bani dengan gembira. Bani memandang Troy
sahabatnya. Troy mengangguk, dia ikut senang Bani memiliki sepatu untuk
menggantikan sepatunya yang sudah usang. Bani langsung mencoba sepatu pemberian
Nyonya Perito.
“Nah,
sekarang, kamu tak perlu lagi menjual kue ke taman kota sepulang kerja. Kamu juga
tak usah membantuku membuat adonan kue pada malam harinya,” kata Nyonya Perito.
“Bekerjalah
menjaga toko kue ku saja,” tambah Nyonya Perito.
“Betul,
Bani. Tubuhmu tidak kuat jika bekerja melebihi kemampuanmu,” tambah Troy.
Bani
mengangguk, “Terima kasih, Nyonya.”
Nyonya
Perito mengangguk. Bani melompat kegirangan mendapatkan sepatu dari Nyonya
Perito. Dia berjanji pada dirinya sendiri, tidak akan melakukan hal yang
melebihi kemampuannya.
Tulisan ini diikutsertakan dalam program One Day One Post Blogger Muslimah Oktober 2017
#OKT5
3 komentar
Keren Cernaknya Mbak :) Hebat!
ReplyDeleteSaya pernah kirim ke Lampung Post sekali nggak dimuat hihihi
Woww...kerenn
ReplyDeleteSenangnya Bani dpt sepatu baru... aku ngga bisa bikin cernak, mba. Ga pernah dpt feel nya :D
ReplyDelete