Duduk Depan Versi El
“Duduk depan,” kata El sedikit
cadel.
“Pakai kursi, Dik?” tanya Kak Bila. El
kecil mengangguk. Kak Bila lantas mengambil kursi rotan dan dia letakkan di
depan untuk duduk adiknya.
Naiklah Kak Bila dan El. Kak Bila
yang pegang kendalli motor. Aku segera mengambil posisi duduk di belakang. Lumayan,
tidak pegal megang El karena El duduk sendiri, pikirku. E ..., nggak lama Kak
Bila menyalakan mesin motor, El menangis.
“Duduk depan, duduk depan!” katanya
di sela-sela tangisnya. Sambil tangannya menunjuk ke belakang, minta duduk
denganku di belakang. Otomatis kami agak sedikit bingung.
“Itu kan Dedek sudah duduk depan?”
kataku.
“Ndak mau!” jawab El cadel dengan
masih menunjuk ke belakang.
Pahamlah aku maksudnya. “Dedek ingin
duduk belakang?” tanyaku.
Apa coba jawaban El?
“Duduk depan...” masih keukeuh
dengan depan, bukan belakang.
Akhirnya kuangkat tubuh El, ku
dudukkan di depanku. Dia tertawa dan mengatakan, “Duduk depan.”
Jawaban El yanng cadel tentu saja
membuat kami tertawa. Wong duduk di belakang kok bilang depan, begitu pikir
kami.
Ini kisah pertama. Masih bersambung
dengan kisah selanjutnya. Masih di hari yang sama, karena El punya jadwal rutin
untuk keliling naik kuda besi. Baik denganku atau dengan kak Bila.
Kali ini aku yang pegang motor. Karena
tadi El bilang duduk depan tapi ternyata duduk belakang, Kak Bila langsung
ambil inisiatif menggendonng El dan mendudukkannya di belakang bersamanya. Apa coba
reaksi El? Dia kembali menangis dan keukeuh menyebutkan duduk depan sambil
menunjuk depan dan meminta kursinya di pasang.
“Duduk depan,” kata El sambil
menangis.
“Ambil kursi El, Kak!” perintahku ke
Kakak Bila.
Kakak Bila mengambil kursi dan
meletakkan di depan. El ditempatkan di kursinya. Sambil tertawa lagi El bilang,
“Duduk depan.”
Kami saling pandang. Sedikit belum
paham. Kalau yang ini benar, El minta duduk depan. Depan menurut versi kami dan
versi orang kebanyakan. Lalu, muncul ide iseng dari Kak Bila.
“Ma, coba deh, Kakak yang bawa
motor. Apakah Dedek El minta pindah duduknya atau tidak?” usul Kak Bila. Aku mengangguk
setuju. Penasaran dengan duduk depan yang El katakan.
Akhirnya aku berganti posisi. Kak Bila
yang akan membawa motor, dan aku duduk di belakang. Apa yanng terjadi? El tiba-tiba
menangis dan berteriak.
“Duduk depan...duduk depan!”
tangannya menunjuk ke belakang seperti kejadian sebelumnya.
Keisengan belum selesai, setelah El
pindah bersamaku ke belakang, Kak Bila mengajakku tukar posisi lagi. Aku diminta
ke depan, El akan duduk bersama Kak Bila. Dan benar saja, El kembali menangis
mengatakan duduk depan setelah aku yang berada di depan.
Oalah, duduk depan versi El ternyata
duduk di depanku. Tertawalah kami. Melihat kami tertawa, El kecil ikut tertawa.
“Duduk depan itu, depan Ummi ya,
Dik?” tanyaku sambil mencium pipinya.
El mengangguk dan tertawa.
#OneDayOnePost
Tags:
Cerpen
1 komentar
Hahaha...lucu si el
ReplyDelete