Aku, Kamu, dan Aroma Susu bagian 2
image by google |
“Mas Ken, ada
Mbak Rien. Dari tadi duduk di luar,” kata Nies membuat Ken sedikit shok.
Terlihat dari wajahnya yang terkejut dan salah tingkah. Tyas menatapku, tanpa
curiga. Mungkin dia menganggap aku adalah saudara atau tetangganya.
“Eh ...
Rien...” Ken gelagapan menyalami tanganku. Aku menyambut tangannya, meremasna
sambil tajam menatap matanya. Ken semakin salah tingkah. Hatiku seperti ditusuk
ribuan jarum. Sebisa mungkin kutahan tangisku.
“Siapa dia,
Ken?” tanya Tyas menghampiriku.
Aku menunggu
Ken memperkenalkanku sebagai apa kepada Tyas.
“Dia saudara
jauh Ibu, masih sepupu denganku. Namanya Rien,” jawab Ken. Benar kan, Ken
berbohong tentangku. Ingin sekali aku menjerit dan mengatakan aku adalah wanita
milik Ken sebelum Tyas hadir. Namun, bibirku masih memperlihatkan senyuman dan
mengangguk menyalami tangan Tyas.
Tyas tersenyum,
“Oh, Ken tak pernah menceritakan tentangmu. Aku Tyas, istrinya Ken.”
Kuremas kedua
tanganku, mengurangi sakit yang bertubi-tubi hadir mendengar pengakuan Tyas.
Ekor mataku menangkap Ken yang mematung.
“Permisi dulu,
Rien ke belakang,” pamitku. Tak tahan rasanya berada di antara mereka. Hatiku
sudah dicabik-cabik hingga berkeping. Tiba di dapur, Ibu sudah membuatkan susu
untukku. Aroma uap yang keluar dari susu sedikit membuatku tenang. Kupeluk
tubuh ibu, ibu hanya membisikkan kata sabar yang masih belum kupahami.
“Ibu, bisa
jelaskan kepada Rien?”
“Biar Ken yanng
menjelaskannya. Nies akan mengajak Tyas berkeliling,” kata Ibu. Aku hanya
mengangguk lemah. Air mata yang sedari tadi kutahan sudah tumpah. Ibu mengelus
punggungku sebelum berlalu membiarkanku menuntaskan kesedihan.
Tiba-tiba ada
yang memelukku dari samping, mendekapku, meletakkan kepalaku di dadanya.
“Maafkan aku, Rien. Aku tak kuasa,” bisik Ken berkali-kali. Isak tangisku makin
menjadi. Aku tak peduli lagi seandainya Tyas mendengarnya.
“Kau memintaku bersabar
menunggu sampai tugasmu selesai. Tapi kenapa justru ini yang kudapatkan?” aku
memukul dadanya. Ken semakin erat mendekapku dan berulang megucapkan kata maaf.
“Kau jahat,
Ken,” lirih kuucapkan.
Kubiarkan Ken
memelukku, satu sisi hatiku masih mengatakan Ken milikku.
“Ini sebabnya
kamu sulit kuhubungi akhir-akhir ini? Karena kamu telah menetapkan hatimu
kepada Tyas?” selidikku. Ken hanya mengangguk pasrah.
“Dan kamu tak
jujur kepada Tyas soal hubungan kita sebelum dia memberikan tawaran kepadamu?”
kembali Ken mengangguk. Aku kembali tergugu, susah payah aku mempertahankan Ken
tapi kenyataannya dia lebih menerima tawaran Tyas. Lebih tepatnya tawaran orang
tua Tyas agar menikahi Tyas.
Tyas adalah
wanita yang ditinggal pergi oleh calon suaminya sehari sebelum hari
pernikahannya. Tyas mengalami depresi, hingga Ken yang bertugas menjadi dokter
di puskesmas kecil tempat tinggal Tyas menolong merawatnya. Tyas pulih, dan
menginginkan Ken menjadi suaminya. Orang tua Tyas memaksa Ken, karena mereka
memiliki pengaruh besar di desa tersebut. Celakanya lagi Ken tak berani
memberikan penolakan.
“Aku mundur,
aku tak akan menjadi pengganggu kebahagiaanmu dengan Tyas. Toh kamu sudah
memilliki seorang bayi lucu. Aku menganggap kita sudah usai,” berkata begitu,
kuusap air mataku. Menyingkirkan tangan Ken yang mencoba merengkuhku kembali
dalam pelukannya. Aku menolaknya. Tak ingin Tyas melihatnya.
“Rien, aku
masih mencintaimu,” ucap Ken.
Mataku nanar
mendengar ucapan Ken. “Kamu pikir aku tidak? Aku menunggumu setiap waktu.
Bersusah payah menjaga hubungan kita. Tapi justru kamu mengancurkannya dengan
menikahi Tyas, Ken. Kamu jahat!”
“Rien, kumohon,
berikan aku waktu untuk menjelaskan kepada Tyas tentangmu, tentang kita,” Ken
memohon dengan suara tersendat. Kulihat matanya berkilat menahan air bening.
Ken menangis, dan itu membuat hatiku makin sedih.
“Lalu, kamu
akan menceraikan Tyas?” tanyaku. Ken hanya diam.
“Tega kamu,
Ken.” Berkata begitu, kakiku menyusul langkah ibu yang tadi kulihat masuk ke
dalam kamarnya. Aku hanya ingin segera mungkin berlalu dari rumah ibu,
meninggalkan Ken.
“Rien...”
usapan lembut dan suara merdu ibu mengembalikanku ke dalam dapur ibu dan
segelas susu yang mulai menghilang uapnya. Tanpa sadar, air mataku turun.
Rien rindu
dengan Ken?” tanya ibu seolah mengerti perasaanku. Aku hanya mengangguk.
“Aku masih
mencintainya, Bu,” jawabku. Ibu menganggukkan kepalanya lalu memelukku memberi
kekuatan. Bagaimana juga aku bersama Ken sudah lama, hampir enam tahun.
“Ikhlaskan Ken
untuk Tyas ya, Rien,” kata ibu.
Aku mengangguk.
Ya, Ken berhak memilih dengan siapa dia mengarungi kapal rumah tangganya.
Tinggal aku yang harus lebih ikhlas tentang masa lalu yang tercipta antara aku,
Ken, dan segelas susu hangat yang selalu menjadi teman kami ketika berbincang.
Tamat
Tags:
Cerita Anak
0 komentar