Suara dari Balik Kertas
http://upload.wikimedia.org/ |
“Huf...!”
terdengar suara bernada kesal. Setengah bersungut dan menggerutu.
“Mengapa
kau nampak begitu kesal?” tanya suara yang lain.
Suara
pertama hanya menggeleng memberikan jawaban. Suara kompak bernada sama seolah
menyatu seperti sebuah paduan suara. Ooo.... kemudian terdiam. Membisu dan
hening.
Suara
pertama yang bersungut kesal nampak menengadahkan wajahnya. Menatap dengan
pandangan kosong kepada tiga sahabatnya yang lain. Mereka kini ada di atas
sebuah kertas putih.
“Apa
arti tatapan matamu?” tanya suara ke dua.
Gelengan
kepala dari suara pertama menjawab. “Entahlah!”
“Aku
tahu apa yanng membuatmu kesal.” Seru suara ketiga dan keempat hampir
berbarengan.
Kedua
suara mendongak. Menanti jawaban keduanya.
Suara
keempat tertawa sebelum menjawab. “Kamu kesal karena kamu hanya sebagai soal
yang hanya memiliki jawaban pilihan. Ketika salah memilih, maka kamu kalah. Tak
ada pilihan lain.”
Suara
pertama mengangguk. Mengiyakan jawabannya. Jawaban ini juga membuat suara kedua
terdiam. “Aku jjuga dong. Aku hanya sebuah pertanyaan yang jawabannya menarik
garis, menjodohkan dengan jawaban benar. Salah memilih, ya selesai.”
Suara
satu dan dua mengangguk. Mereka hanya soal yang tak memilliki jawaban
alternatif.
“Tapi
kalian harusnya bangga. Kalian adalah soal yang obyektif. Tak akan ada unsur
kasihan dalam membenarkan atau menyalahkan. Bebas pastinya.” Kata suara ke tiga
menghibur.
“Betul
itu. Coba aku. Aku soal yang dibuat dengan jawaban yang panjang sekali. Memberikan
nilai kepada jawabanku mengandung unsur subyektifitas. Ada perasaan yang ikut
bermain.” Tambah suara ke empat.
“Kita
semua punya karakter masing-masing. Tidak perlu membandingkan mana yang
terbaik. Ketika kita digunakan dalam soal, berarti ada baik dan buruk yang kita
berikan. Semuanya memiliki standar yang jelas.” Suara ke empat menambahkan
disambut anggukan setuju.
#OneDayOnePost
Tags:
Cerpen
0 komentar