Tanpa Nama bagian 3
image:google |
Genta...
Satu kata yang selalu ingin aku
ucapkan untukmu. Bahwa bertemu denganmu adalah anugrah yang sangat berharga
yang pernah kudapatkan. Melihat senyummu, mendengar suaramu, melihatmu tertawa
atas sikap konyolku atau celoteh cerewetku.
Jujur aku sungguh menyesal dengan
pertengkaran kecil yang terjadi antara kita. Aku pikir kamu akan memaafkanku
seperti biasa. Lalu kita damai dan bercengkerama lagi di sela-sela kesibukanmu.
Tapi rupanya aku salah kali ini. Kamu sungguuh serius untuk menyudahi
perjalanan kita. Padahal aku begitu mencintaimu. Aku tak pernah berpikir kalau
kita akan berakhir setelah empat tahun lebih.
Kamu pernah berjanji, aku adalah
impianmu yang akan kamu raih saat waktunya tiba. Dan aku begitu berharap itu
terjadi, meskipun aku tahu, banyak hambatan di antara kita. Dari keluargaku dan
keluargamu. Namun kita juga telah sepakat untuk saling menguatkan dan
bergandeng tangan, agar kita tak lelah berjalan sendirian. Ingatkah kamu,
Genta? Sesakit apapun yang terjadi antara kita, jangan pernah menyerah,
tetaplah untuk bertahan!
Ternyata janjimu tak mudah kupegang
ya? Seperti janjimu di tahun ini. Yang akan menelfonku setiap saat. Oh, tidak!
Kamu selalu lupa menelfonku. Akulah yang selalu memulai, dan kamu menjawab maaf
atas semua janji yang terlupa.
Genta...aku hanya ingin kamu tahu.
Inginku hanya sederhana, aku selalu menjadi prioritasmu. Tempatmu bersandar
ketika kamu lelah seharian dengan penatnya pekerjaanmu. Ingat, jarak yang
terbentang di antara kita harus dipendekkan dengan komunikasi yang kita
lakukan. Hingga kamu bisa penuhi janjimu untuk membawaku ada di sampingmu
selalu.
Kita sudah usai. Aku menangis,
Genta. Aku masih belum bisa berdamai dengan semua yang kamu katakan.
Keinginanku yang sepele rupanya sangat berat untuk kamu wujudkan. Aku bukan
lagi prioritasmu seperti tahun-tahun sebelumnya. Kamu selalu menyempatkan untuk
menelfonku sekedar hanya mengingatkan jam makanku. Aku sungguh sedih.
Ketika aku ngambek, aku hanya ingin
mencuri perhatianmu. Agar terlena dari kesibukanmu sesaat saja. Nyatanya aku
tak berhasil di tahun ini. Menahanmu untuk tetap ada bersamaku.
Sekali lagi maafkan aku, membuatmu
marah. Suratku ini bukan untuk membuatmu merubah keputusan. Aku sudah pasrah.
Mungkin ini surat terakhir yang kamu lihat dariku. Bawel terakhirku. Makasih ya
untuk hati yang pernah ada bersamaku.
Bersambung...
#OneDayOnePost
3 komentar
Hikssss...
ReplyDeletesedih..hiks hiks
ReplyDeleteDerrrrr ... wis nyerah aku, ra wani nerusno Lis
ReplyDelete