Surat Tanpa Kata
Aku hanya mampu memandang langit yang mulai menggelap. Meninggalkan jejak hitam yang hanya bisa kuikuti bayangannya. Bayangan yang makin jauh mengembara. Menerbangkan seluruh angan yang sedang menari. Sempurna menyelimuti ragaku.
"Apa yang kamu lamunkan, Dek?" tanyamu sambil menyentuh lembut bahuku. Ikut duduk di sebelahku dan memandang langit yang sama.
Pandanganku tak beralih dari gelapnya langit. Kujawab pertanyannya hanya dengan sebaris senyum yang masih tersisa, meskipun aku tahu, ia tak melihat.
"Dek..." kembali suaramu memecah kepingan angan yang baru saja kurajut.
Terpaksa kutengokkan kepalaku menghadap wajahmu yang hanya berjarak beberapa senti dari wajahku. "Apa? Kenapa datang?"
"Tak bolehkah?"
"Kalau hanya datanng dan pergi lagi, buat apa?"
"Aku selalu untukmu, Dek."
Kepalaku menggeleng lemah. "Tidak. Kau hanya sebentar singgah lalu pergi lagi. Menyisakan lubang kerinduan yang makin membuncah di dadaku. Yang kuinginkan kau menetap di hatiku untuk waktu yang lama."
Kudengar desahan napasmu. Perlahan tanganmu menggenggam tanganku yang terasa dingin tersapu angin malam. "Aku terpenjara oleh waktu yang tak bisa kutembus oleh kekuatanku. Tapi aku tak ingin melihatmu bersedih karenaku."
Mataku mulai panas. Lahar cair dari sudut mata mengalir. "Namun aku selalu ingin bersamamu. Tak bisakah?"
"Aku selalu ada saat kau butuhkan, Dek."
Kutatap matamu, duniamu dan duniaku yang sudah ada dalam matamu. Hanya ingin mencari kebenaran kata-katamu. Kupeluk kembali bayangmu yang hannya singgah sejenak kali ini.
#OneDayOnePost
Tags:
Cerpen
7 komentar
Mba Lis, rindu sama siapa?
ReplyDelete( ^∇^)
ishhh akiu jadi laperr
ReplyDeleteMakan gih bang..
ReplyDeletesedihnya mbak lisa...
ReplyDeleteHmm
ReplyDeleteNyimak, hehe
eh, beda dunia kah?
ReplyDeleteHahaha ... pasti rindu Cah Kae
ReplyDelete