Roti Palsu bagian 2
image:google |
“Boleh
aku menukar makananku dengan punyamu?” tanyanya. Aku melihatnya. Ia menggigit roti
yang aku inginkan. Roti dengan lubang di tengah. Tapi yang ini berbeda dengan
yang dibawa ibu. Yang ini masih utuh. Belum digigit. Warna coklat yang menghias
permuakaannya begitu menggodaku. Dia sepertinya baru. Aku belum pernah
melihatnya. Tapi kenapa dia baik mau berbagi denganku? Ada sedikit curiga
bermain di hatiku.
“Aku
bosan dengan makanan seperti ini. Aku belum pernah makan selain roti ini. Makanya
melihatmu makan roti itu, aku ingin sekalli menukarnya. Tentunya kalau kamu
tidak keberatan.” jelasnya. Dia bersih, bertubuh putih bercampur hitam. Badannya
lebih besar dari tubuhku. Terlihat terawat. Sepertinya dia memang baik.
“Kamu
nanti tidak akan kenyang,” kataku masih berdalih.
Dia
tertawa memamerkan gigi taringnya yanng tajam. “Perutku juga tidak terlalu
lapar kok. Boleh aku tukar?” tanyanya lagi setengah memaksa.
Akhirnya
aku memberikan roti yang kudapat dari Abu. Keinginanku yang begitu besar bisa
menikmati roti berlubang tengah itu mengalahkan keraguanku. Segera kusodorkan
roti milikku. Dia langsung menyambarnya dan berlari menjauh sambil mengucapkan
terimakasih.
Dengan
senang hati aku gigit roti yang berlubang tengah tersebut. Bermaksud untuk
menunjukkan kepada ibu, Putih, dan Hitam saudaraku. Bahwa aku akhirnya
mendapatkan roti yang aku inginkan karena kebaikan seseorang. Sambil bersiul
riang dengan pongah aku berjalan pulang.
“Ibu...Putih...Hitam!”
panggilku. Kuletakkan roti berlubang di hadapanku.
“Lihatlah,
yang aku bawa!”
Yang
kupanggil bergegas mendekat. Mata Hitam dan Putih berbinar melihat apa yang
kudapatkan. “Dari mana kamu dapat roti itu, Belang?” tanya Hitam dengan heran.
“Dari
seseorang yang rela memberikan rotinya untukku.” jawabku.
“Aku
akan memakannya sendirian. Kalian tak akan kubagi!” kataku lagi.
“Jangan
dimakan!” kata Ibu tiba-tiba. Mulutku yang hendak menggigitnya urung kulakukan.
Mataku menatap Ibu.
“Sepertinya
roti itu palsu, Belang.” kata ibu sebelum aku sempat bertanya.
Aku
tidak percaya dengan perkataan ibu. Dengan cepat aku menggigit bagian coklat. Tidak
bisa kugigit. Lalu aku mencoba menggigitnya di bagian lain. Sama. Kenyal tidak
bisa aku gigit. Gigiku seperti susah untuk mencabiknya. Berkali-kali aku
mencoba menggigitnya. Hingga aku lelah. Tubuhku berkeringat.
Putih
dan Hitam tampak kasihan melihatku. Mencoba membantukku, tapi aku tangkis
tangannya. Kue itu aku dekap dengan dua kaki depanku.
Ibu
mendekatiku. “Ini bukan roti asli, Belang. Ini hanya roti palsu yang bentuknya
mirip dengan yang kamu inginkan. Lihatlah. Tidak bisa kamu gigit kan?” ibu
menjilati kepalaku dengan sayang. Wajahku sangat sedih. Perutku sudah lapar. Dengan
pandangan memelas aku bersembunyi di ketiak ibu.
“Makanlah
bagianmu tadi pagi. Putih sengaja menyimpannya untukmu.” kata ibu lembut
memberikan jatah roti untukku pagi tadi. Dengan lahap aku memasukkannya ke
dalam mulut. Biarpun sedikit rasanya lebih nikmat dari pada roti palsu ini.
#OneDayOnePost
Tags:
Cerpen
2 komentar
Keren Mb lisa
ReplyDeleteHmmm
ReplyDelete