Terpenjara Rindu dan Ego
Kepalaku sakit lagi, vertigo ini
kembali mampir
Status
yang kubaca delapan belas menit yang lalu. Ditulis tengah malam, saat orang
terlelap. Ada rasa khawatir menyerangku, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa.
Tidak berani lebih tepatnya. Hanya dengan mengamati status di media sosialnya
aku tahu kabarnya.
Namanya Elok, gadis dengan wajah manis, yang
menurutku wajah dan namanya seimbang. Senyumnya yang selalu membuatku betah
menatap lama tanpa berkedip. Tubuhnya tidak terlalu tinggi. Cenderung lebih
pendek, bahkan mungil. Hatinya begitu lembut, perasaannya mudah tersentuh jika
melihat hal-hal yang menyedihkan. Meski cepat ngambek, tapi aku takluk dengan
perasaan cinta yang dihadirkan untukku. Keceriaan yang dimiliki mampu ia
sebarkan kepadaku.
Aku
mengenalnya empat tahun lalu, di akhir tahun 2012. Bukan pertemuan yang
berarti, hanya kembali dipertemukan oleh media sosial. Perasaan yang pernah
membuatku tak bisa tidur beberapa tahun ke belakang, kembali hadir. Dan aku
merasa, Elok menyambut perasaanku. Gayung bersambut hingga jarak yang
terbentang tak membuatku mundur. Rindu adalah tabungan kami di saat jarak
memisahkan dua raga.
Harusnya
ini menjadi tahun keempat bagiku dan Elok. Sebelum hal menyedihkan yang kami
alami. Dan tahun 2016 menjadi tahun terberat bagiku.
Aku pilih mundur ya. Tak ingin
memaksamu hanya pada satu keinginanku. Sadar diri jika selama ini mungkin aku
tak pernah kau harapkan. Walau hanya lewat sebait kabar.
Dan
bodohnya aku mengiyakan. Jadilah seperti ini. Tak ada lagi kabar dan cerita
yang kudapatkan darinya. Ia terdiam, aku juga lebih diam. Memilih tinggal dalam
kebisuan yang sebenarnya aku tahu, Elok tak pernah menyukainya.
Berkali-kali
Elok selalu menyapaku, meskipun aku sering mendiamkannya. Bagaimana perasaan
dia, itu adalah alasan kenapa aku mulai membisu. Rasanya selama mengenalku, aku
hanya membuatnya bersedih dan menangis. Tak ingin berlama-lama membuatnya
sedih, hingga bulat keputusankku di tahun 2016, aku tak memedulikannya.
Awal
keputusanku, Elok masih setia bercerita apa saja kepadaku. Lama-lama nampaknya
dia mulai lelah, karena hanya kubaca setiap ceritanya. Panggilan darinya juga
kuabaikan. Hatiku benar-benar menjadi monster yang jahat baginya. Kupikir dengan diamku, dia akan menyerah dan
meninggalkanku. Ternyata satu sisi yang belum kukenal, Elok gadis yang pantang
menyerah.
Kusesap
sisa kopi yang mulai mendingin. Tak ada lagi status baru. Mungkinkah sudah
tidur? Atau hanya memeluk rasa sakit? Yang kutahu, keras kepalanya enggan untuk
berobat. Jika saja dekat, aku akan menggendongnya pergi ke dokter, memeriksakan
kesehatannya.
Tunggu lanjutannya...
#OneDayOnePost
Tags:
Curhat
12 komentar
Siip mbak, Ditunggu kelanjutannya
ReplyDeleteMbak Lisa... Dih, penasaran kenapaa...
ReplyDeleteehh kok bersambung...
ReplyDelete#gak relaa
Huaaaaah.. penasaran
ReplyDeleteHuaaaaah.. penasaran
ReplyDeletehish, tiba tiba tunggu kelanjutanya
ReplyDeleteWafer maneh Lis???
ReplyDeleteDuh ...
creakers her...hehehehe
ReplyDeleteSatu keinginan apakah itu?
ReplyDeletekebetulan aku juga lagi ngopi sambil baca tulisan k Lisa
ReplyDeleteTran Ran
Duuuuh penasaraaan
ReplyDeleteSo sweet... didiemin tetep mau nganter ke dokter..😃
ReplyDelete