Mei menatapku dengan matanya yang tajam, seolah menegaskan apa yang baru saja kuucapkan.
"Apa, Mas? Kau mencintaiku?"
"Ya."
"Maaf, Mas. Aku masih ingin kuliah. Belum ingin menikah di usia muda." Singkat jawaban Mei membalas ungkapan hatiku. Kemudian Mei melanjutkan langkah kakinya lebih cepat dari yang tadi. Takut ditiinggal oleh bus jemputan karyawan. Aku masih berdiri mematung melihat kepergiannya. Sudah menduga jawaban Mei, tak akan menerima perasaanku. Sedih? Oh, bukan! Sakit hati, juga bukan. Aku sudah memperhitungkan jawaban Mei sebelum aku mengatakan perasaanku. Ada rencana yang sudah kupersiapkan jika perasaanku ditolak. Tinggal menyusunnya lebih matang agar berhasil.
Sampai di sini ingatanku menyadarkanku kembali ke masa sekarang. Ada sepotong kenangan yang mungkin menyisakan luka untuk Mei, yang akhirnya menjadi istriku. Kubuat dia menjadi milikku, dengan cara licik dan paksa. Aku menodainya, mengoyak kehormatannya sepulang kerja shift dua. Saat itu aku berpikir, jika ia sudah ternoda, pastinya ia akan menerimaku kembali. Jahat memang caraku, tapi aku begitu mencintainya. Tidak akan kuijinkan orang lain memilikinya.
"Mei," lirih aku sebut namanya. Wanita yang masih kucintai dengan sepenuh hati sampai sekarang. Baru selembar coretannya yang aku baca. Penasaran ini masih menggodaku untuk membuka lembar berikutnya. Apa yang dituliskan Mei setelah ini? Kubuka lembar kedua, membacanya baris demi baris.
13 Mei 1996
Aku meronta, aku merintih kesakitan. Pesta pernikahan yang sudah berlangsung sederhana menyisakan luka hingga seminggu ini. Duhai suamiku, kuputuskan menikah denganmu setelah apa yang kau perbuat padaku. Kenapa kau menanyakan hal yang tak kutahu jawabannya? Kau lelaki yang pertama kali menjamahku meski dengan paksa. Pertanyaan yang merobek luka, menaburkan garam di atas lukaku. Aku masih perawan sebelum semuanya kau renggut paksa. Usah tanyakan siapa yang mengambil kehormatanku? Kamu , lelaki yang sekarang menjadi suamiku!
Lembar kedua dari buku biru tebal ini menohokku. Mei menuliskan tentang lukanya. Aku tahu persis bagaimana Mei ketika malamnya kucerca dengan pertanyaan yang menurutnya konyol.
Malam seusai pesta pernikahan sederhana kami. Di dalam kamar menjadi raja ratu semalam, Mei adalah milikku yang sah sekarang ini. Gadis yang berjanji akan menjadi istri yang baik meskipun ia belum bisa mencintaiku. Kupandangi wajah ayunya setelah bersih dari make up riasan pengantin. Gamis biru langit dengan kerudung warna biru setingkat lebih tua dari warna gamisnya menambah ayu wajahnya Mei. Kukecup keningnya dengan lembut, dan aku duduk di sebelahnya. Tangan kirinya berada dalam genggaman tanganku.
"Boleh Mas nanya?"
"Mas mau nanya apa?"
"Siapa yang mengambil kegadisanmu sebelum aku?"
Pertanyaanku sontak membuat ia terkejut. Mulut Mei terbuka menandakan ia kaget dengan pertanyaanku.
"Apa, Mas?"
"Siapa yang mengambil kegadisanmu?" kembali kuulang pertanyaanku.
Mei berdiri dan memberikan tatapan mata penuh amarah.
"Kau yang merenggutnya dariku dengan paksa masih kau tanyakan pula? Jahat kau, Mas!"
"Aku bertanya karena sewaktu kurenggut kau sudah tak gadis lagi, Mei!" Lantang kubalas pertanyaan Mei.
Mei terduduk lemas di lantai. Bahunya terguncang. Ia menangis tanpa mengeluarkan suara, menahannya agar tak terdengar hingga ke luar kamar. Aku hanya memandangnya, masih menuntut jawaban atas pertanyaanku.
"Kau laki-laki pertama yang menjamahku," pelan Mei menjawab di antara isak tangisnya.
"Kalau tak percaya, ya sudah."
"Kalau kamu tidak mau mengaku, baiklah. Aku tak akan mempersoalkan. Toh kamu sudah menjadi istriku."
Kuangkat Mei dari duduk bersimpuhnya. Kucoba memeluk tubuhnya, tak ada perlawanan. Dia hanya pasrah. Pun ketika kuminta dia menjadi ratuku menghabiskan malam pengantin kami meskipun wajahnya masih menyisakan luka, ia melakukannya.
Bersambung...
#OneDayOnePost
#Tantangan Menulis Cerita Bersambung
13 komentar
Maksudnya apa cobaaa...suami macam tu minta ditonjok mbaaa.... #kesel -_-
ReplyDeleteWah...mba Lisa pandai sekali melukiskan kata-katanya. Sukaaa...
ReplyDeleteMbak lisaaaa.... Menohok perasaan wanita... Nyebelin tuh laki2...
ReplyDeleteAku bukan lelaki seperti itu :) =D
ReplyDeletewkwkwk
Larut dlm cerita
ReplyDeleteNgeselin banget sih, kasihan Mei...
ReplyDeleteCeyem baca ceritanya... hehehe
ReplyDeleteJadi penasaran apa yang dikatakan laki-laki itu yang benar atau si Mei yang jujur. Hmm
Bacanya degdeg.an ini lhoo 😂😂 nice mbk lisa suka gaya bahasanya ditunggu kelanjutannya mbk 😊😊
ReplyDeletewaaah mba lisa biasanya menceritakan anak banting setir ke hal berbau dewasa. hehe
ReplyDeleteWalau kesal, Mei tetap patuh. Semangat melanjutkan Mba..
ReplyDeleteNyesek
ReplyDeletejahatnya!!! ihh..
ReplyDeleteO my god! Mbak lisaaaaa... berhasil bikin pembaca kesel sama suami mei.
ReplyDelete