Kuncinya Konsisten
"Ma, minta duit!" rengeknya. Ini sudah permintaan yang ke empat kalinya sejak bu Fitri keluar dari kelasnya bersama jagoan kecilnya yang ikut ke sekolah. Saya yang mengamati dari tadi hanya tersenyum. Jagoan kecil bu Fitri, Kiki, namanya. Berusia 4 tahun. Anaknya lucu, masih cadel kalau mengucapkan beberapa kata. Bahkan cenderung pemalu. Setiap ikut mamanya ke sekolah, rengekan minta uang selalu terdengar berulang kali. Sepertinya tidak cukup seribu dua ribu untuk satu kali jajannya.
Jika suasana hati mamanya sedang baik, berapa pun minta Kiki selalu diberi. Tapi jika sedang bad mood, jangan salah. Saya yang memiliki meja bersebelahan dengannya saja bisa meloncat saking kagetnya. "Dede mah jajan wae, bentar-bentar duit. Memang mama gudang duit apa?" Nah, lho, ga kebayang kalau dia gudang duit. Anaknya pasti langsung masuk gudang saja tanpa perlu merengek. Hehe...
Kembali ke de Kiki. Setiap ia ikut, pasti rengekan setelah mamanya keluar kelas adalah minta uang jajan. Pernah sampai 10.000 lebih sesiang itu. Mending kalau makanan yang dibelinya dimakan. Ini lebih sering dibeli saja dan akhirnya nganggur di meja mamanya tak dimakan. Rupanya Kiki hanya senang membeli mengikuti temannya. Dan dia memanfaatkan kesempatan saat mamanya di kantor. Karena pasti akan dipenuhi. Jika tidak, sudah pasti rengekan Kiki berubah menjadi tangisan yang keras memghebohkan kantor.
Saya bersyukur sekali. Anak saya yang sudah pinter jajan tidak sehebat de Kiki dalam menghabiskan uang jajan. Anak saya yang pertama sejak usia 3 tahun sudah saya kenalkan dengan jatah uang jajan. Saya berlakukan sehari hanya 2000 rupiah. Jika dia menghabiskan uang jajannya pagi hari, maka tidak akan ada pemberian uang jajan ke dua kalinya. Apakah anak sulung saya langsung menerima? Tentu saja tidak. Berbagai akal dan negosiasi dari sulung saya sangat hebat. Untungnya saya berusaha konsisten. Meskipun ia menggunakan senjata tangisannya, saya tetap mengingatkan tentang komitmen awal uang jajannya. Dan alhamdulillah, sampai ia SMP ia sudah bisa mengatur jatah uang jajannya sendiri. Saat ia ingin membeli benda yang diinginkan tapi tidak mungkin minta ke saya, ia sudah bisa membelinya dari uang jajannya sendiri.
Lain anak sulung, lain pula anak ke dua. Butuh waktu lama untuk anak ke dua saya. Tangisan, rengekan, bahkan amukan berusaha menggagalkan usaha saya untuk mendisiplinkan uang jajannya. Bersyukur usaha dan konsisten saya akhirnya bisa dipahami.
Melihat de Kiki, sudah sering saya katakan ke bu Fitri sebagai mamanya. Agar mulai mengatur uang jajannya. Karena apa? Supaya kita tidak kewalahan dengan permintaannya. Harus dibatasi. Pernah sehari bisa menghabiskan ratusan ribu, apalagi jika ada acara hajatan di sekitar rumahnya. Itu menurut cerita beliau. Wow, saya tercengang!
Berusaha saya bagikan pengalaman saya bagaimana mengatur uang jajan anak-anak saya. Sekedar sharing sebagai emak-emak kece. (versi ODOP lho..) Namun jawabannya selalu, "Susah bu. Saya ngga tega."
Nah, inilah yang sering dialami para ibu. Tidak tega saat buah hati kita menangis karena meminta sesuatu. Entah makanan atau mainan. Yang lebih parah lagi jika orang lain mengatakan begini,"Udah, belikan aja. Murah ini. Kita kerja juga buat anak. Pelit amat jadi ibu!" Sedih, pasti. Untungnya setiap anak saya mengeluarkan senjata tangisan, saya tetap tersenyum dan memeluknya sambil mengingatkan komitmen yang sudah disepakati sebelum berlaku uang jajan. Kuncinya kita harus konsisten dengan apa yang sudah kita sepakati bersama anak. Ketika kita konsisten, anak kita pun akan mengerti. Namun jika sekali kita tergoda rengekannya, anak kita akan sulit untuk berkomitmen. Yakin itu.
Saya masih tahap belajar dan akan selalu belajar. Bagaimana menjadi orangtua yang baik. Ketika apa yang saya pahami tidak dimengerti oleh orang lain, saya juga tidak memaksa. Saya dikata sebagai orang yang pelit dan tega terhadap anak, saya hanya tersenyum. Toh aslinya ketika saya memiliki uang yang lebih, saya juga bukan emak yang pelit. Akan saya katakan kepada anak saya, bahwa saya punya yang lebih. Silahkan minta benda yang mereka inginkan, tentunya dengan nominal yang sudah disepakati terlebih dahulu dengan mereka.
Sekali lagi saya masih perlu banyak belajar. Bagaimana menjadi emak yang kece bagi anak-anak saya. Semoga untuk anak ke tiga saya nantinya, saya juga bisa konsisten. Aamiin.
#One Day One Post
Tantangan Maret minggu ke-3
19 komentar
wahh,, emak kece nihh^^
ReplyDeleteMoga tetap konsisten yaa mbakk:D
hehehe..aamiin
Deletehehehe..aamiin
DeleteBelajar dari Mba Lisa aaah...hehe
ReplyDeletehehehe...kebalik ky e ka..
Deletemasukan untukku ntar kalo punya anak..*elus-elus perut #ehh..:D
ReplyDeletesiiiipppp
Deleteilmu baru nih. makasih mba lisa, :D
ReplyDeleteditunggu resep2 parenting lainnya :D
Gak coment ah ...
ReplyDeleteAku kan bukan emak :)
Semoga jd emak yg kece selalu cikgu. #man jajan
ReplyDeleteSemoga jd emak yg kece selalu cikgu. #man jajan
ReplyDeleteSetuju, mbak Lisa, kudu konsisten sama anak-anak.
ReplyDeleteSaya lebih suka melihat anak-anak menangis daripada jadi manja hanya karena apa yang sudah disepakati dilanggar ^__^
betuuull mb
Deletebetuuull mb
Deletenice share mba... di Aaminkan doa terakhirnya
ReplyDeleteAnak anak seperti APA ITU karena didikan kita.
ReplyDeleteWah...nanti kl aq dah merit n punya adek kecil...meguru ah...sama bunda lisa...jgn bosan2 kasih saran yach bu master...murid siap mendengarkan...hrhehe
ReplyDeletesiiaappp...xixixi
Deletesiiaappp...xixixi
Delete